Jumat, 16 Januari 2009

1940: Invasi Eropa Barat, Republik-republik Baltik, Yunani, Balkan

Dengan tiba-tiba Jerman menyerang Denmark dan Norwegia pada 9 April 1940 melalui Operasi Weserübung, yang terlihat untuk mencegah serangan Sekutu melalui wilayah tersebut. Pasukan Inggris, Perancis, dan Polandia mendarat di Namsos, Andalsnes, dan Narvik untuk membantu Norwegia. Pada awal Juni, semua tentara Sekutu dievakuasi dan Norwegia-pun menyerah.

Operasi Fall Gelb, invasi Benelux dan Perancis, dilakukan oleh Jerman pada 10 Mei 1940, mengakhiri apa yang disebut dengan "Perang Pura-Pura" (Phony War) dan memulai Pertempuran Perancis. Pada tahap awal invasi, tentara Jerman menyerang Belgia, Belanda, dan Luxemburg untuk menghindari Garis Maginot dan berhasil memecah pasukan Sekutu dengan melaju sampai ke Selat Inggris. Negara-negara Benelux dengan cepat jatuh ke tangan Jerman, yang kemudian melanjutkan tahap berikutnya dengan menyerang Perancis. Pasukan Ekspedisi Inggris (British Expeditionary Force) yang terperangkap di utara kemudian dievakuasi melalui Dunkirk dengan Operasi Dinamo. Tentara Jerman tidak terbendung, melaju melewati Garis Maginot sampai ke arah pantai Atlantik, menyebabkan Perancis mendeklarasikan gencatan senjata pada 22 Juni dan terbentuklah pemerintahan boneka Vichy.

Pada Juni 1940, Uni Soviet memasuki Latvia, Lituania, dan Estonia serta menganeksasi Bessarabia dan Bukovina Utara dari Rumania.

Jerman bersiap untuk melancarkan serangan ke Inggris dan dimulailah apa yang disebut dengan Pertempuran Inggris atau Battle of Britain, perang udara antara AU Jerman Luftwaffe melawan AU Inggris Royal Air Force pada tahun 1940 memperebutkan kontrol atas angkasa Inggris. Jerman berhasil dikalahkan dan membatalkan Operasi Singa Laut atau Seelowe untuk menginvasi daratan Inggris. Hal itu dikarenakan perubahan strategi Luftwaffe dari menyerang landasan udara dan industri perang berubah menjadi serangan besar-besaran pesawat pembom ke London. Sebelumnya terjadi pemboman kota Berlin yang ddasarkan pembalasan atas ketidaksengajaan pesawat pembom Jerman yang menyerang London. Alhasil pilot peswat tempur Spitfire dan Huricane dapat beristirahat. Perang juga berkecamuk di laut, pada Pertempuran Atlantik kapal-kapal selam Jerman (U-Boat) berusaha untuk menenggelamkan kapal dagang yang membawa suplai kebutuhan ke Inggris dari Amerika Serikat.

Pada 27 September 1940, ditanda tanganilah pakta tripartit oleh Jerman, Italia, dan Jepang yang secara formal membentuk persekutuan dengan nama (Kekuatan Poros).

Italia menyerbu Yunani pada 28 Oktober 1940 melalui Albania, tetapi dapat ditahan oleh pasukan Yunani yang bahkan menyerang balik ke Albania. Hitler kemudian mengirim tentara untuk membantu Mussolini berperang melawan Yunani. Pertempuran juga meluas hingga wilayah yang dikenal sebagai wilayah bekas Yugoslavia. Pasukan NAZI mendapat dukungan dari sebagian Kroasia dan Bosnia, yang merupakan konflik laten di daerah itu sepeninggal Kerajaan Ottoman. Namun Pasukan Nazi mendapat perlawanan hebat dari kaum Nasionalis yang didominasi oleh Serbia dan beberapa etnis lainnya yang dipimpin oleh Josip Broz Tito. Pertempuran dengan kaum Nazi merupakan salah satu bibit pertempuran antar etnis di wilayah bekas Yugoslavia pada dekade 1990-an.

1945: Runtuhnya Kerajaan Nazi Jerman

Pada akhir bulan april 1945, ibukota Jerman yaitu Berlin sudah dikepung oleh Uni Soviet dan pada tanggal 1 Mei 1945, Adolf Hitler bunuh diri bersama dengan istrinya Eva Braun didalam bunkernya, sehari sebelumnya Adolf Hitler menikahi Eva Braun, dan setelah mati memerintah pengawalnya untuk membakar mayatnya. Setelah menyalami setiap anggotanya yang masih setia. Pada tanggal 2 Mei, Karl Dönitz diangkat menjadi pemimpin menggantikan Adolf Hitler dan menyatakan Berlin menyerah pada tanggal itu juga. Disusul Pasukan Jerman di Italia yang menyerah pada tanggal 2 juga. Pasukan Jerman di wilayah Jerman Utara, Denmark dan Belanda menyerah tanggal 4. Sisa pasukan Jerman dibawah pimpinan Alfred Jodl menyerah tanggal 7 mei di Rheims, Perancis. Tanggal 8 Mei, penduduk di negara-negara sekutu merayakan hari kemenangan, tetapi Uni Soviet merayakan hari kemenangan pada tanggal 9 Mei dengan tujuan politik.

Tangisan Bumi Pertiwiku


Dan Kepala Bocah Pun Dipenggal
Palangkaraya:
Raut muka lelaki itu dingin. Mengenakan ikat kepala merah, ia berdiri di tengah kerumunan dengan kedua tangan membentang lebar. Tangan kirinya menenteng kepala bocah berusia sekitar lima tahun yang lepas dari tubuh. Sedangkan tangan kanan tinggi-tinggi mengacungkan senjata keramat, mandau. Orang-orang yang menyaksikan pemandangan itu terdiam. Semua melihat dengan tatapan datar, tanpa rasa ngeri, tanpa beban. Bocah malang itu tak sendirian. Ia adalah satu di antara ratusan jiwa yang tewas dengan cara mengenaskan, sejak pertikaian antara dua etnis yang kerap berseteru, Madura dan Dayak, meruyak Sampit, Kalimantan Tengah, dua pekan silam. Di Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Timur itu, cukup mudah menemukan mayat-mayat tanpa kepala. Tak berlebihan bila ada yang melukiskan, kaki bisa tersandung mayat saat menyusuri ruas jalan di Sampit akhir-akhir ini. Sebab, jenazah korban pembantaian memang berserakan nyaris di setiap sudut kota, terutama di lokasi kediaman etnis Madura. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat, korban jatuh mencapai sekitar 400 jiwa. Sedangkan menurut data kepolisian, 319 lebih rumah dibakar dan sekitar 197 lainnya dirusak. Aksi pembasmian etnis ini dibenarkan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Polisi Didi Widayadi, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, pekan terakhir Februari silam. Banyak cerita yang mengisahkan penyebab Sampit terkoyak. Terbetik berita, pertikaian itu bermula dari pembunuhan yang dilakukan sejumlah orang Madura terhadap seorang ibu warga Dayak yang sedang hamil tua. Para pembunuh bertindak sadis. Mereka menyayat perut korban, mengeluarkan bayi dari kandungan, dan membakarnya. Kisah lain, perseteruan terjadi setelah sekelompok warga Dayak menyerang Keluarga Matayo, pendatang Madura di wilayah Kecamatan Baamang. Pengeroyokan itu menewaskan empat orang dan melukai seorang lainnya. Mengetahui ini, emosi warga Madura terbakar. Mereka pun berbondong-bondong menyerbu rumah yang diduga sebagai tempat pelarian para pembunuh keluarga Matayo. Tanpa pikir panjang, mereka membakar belasan rumah milik warga Dayak di sekitar lokasi. Aksi ini disusul serangan balasan oleh orang Dayak. Versi lain, pertempuran dipicu dendam orang Madura atas kerusuhan Desember tahun silam, di daerah Kerengpangi, Kabupaten Kotawaringin Timur, 100 kilometer arah selatan Palangkaraya. Bagi orang Madura, pembalasan yang pas adalah pada Sabtu, 17 Februari malam. Saat itu, banyak orang Dayak panik dan lari ke Palangkaraya, Banjarmasin atau ke pedalaman. Terbetik berita, enam orang tewas tak lama serbuan dilancarkan. Orang Madura pun menguasai Sampit sampai Senin. Pada Selasa dan Rabu pagi, mereka masih menyerang sambil meletakkan bom di beberapa sudut kota. Aksi balas dendam warga Madura seolah membangunkan macan yang terlelap. Selang beberapa lama, mandau pun terayun. Berduyun-duyun orang Dayak datang dari daerah alur sungai pedalaman Kalteng, daerah Barito, Pangkalan Bun, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Pada Rabu sore, mereka berhasil menguasai Sampit. Warga Dayak melakukan serangan balasan tanpa pandang bulu. Hati yang panas tak lagi mempunyai mata. Bukan cuma orang Madura yang semula terlibat keributan yang menjadi korban. Tapi, siapa pun orang Madura yang ditemui, dibabat. Rumah-rumah Madura, dari Sampit sampai Palangkaraya, dihancurkan dan dibakar. Desas-desus yang beredar, dari aksi ini warga Dayak berhasil mengumpulkan 700 kepala manusia sampai Sabtu, 24 Februari. Diperkirakan, hingga kini, jumlah korban sudah mencapai ribuan jiwa. Entah cerita mana yang benar, satu hal pasti, bendera perang telah berkibar. Buntutnya, ribuan warga Madura terpaksa hengkang ke hutan dan pedalaman. Dari pemantauan SCTV, hingga kini, mereka masih tak berani keluar. Amat mungkin mereka terancam kelaparan, mengingat saat kabur, mereka tak membawa bekal makanan yang cukup. SCTV memperoleh cerita memilukan. Ada pasangan suami istri yang harus berpisah lantaran keduanya berlainan etnis. Sang istri Madura dan suami Dayak. Tak lama setelah pertikaian pecah, si istri turut mengungsi ke Madura. Alih-alih nyaman di kampung sendiri, kehadirannya malah ditolak lantaran bersuami orang Dayak. Begitu pun ketika ia harus mengikuti si suami, masyarakat Dayak sulit menerima. Kini, ibu muda yang tengah hamil tua itu terpaksa diungsikan ke Banjar. Sedangkan suami tetap di kampungnya. Entah sampai kapan mereka harus berpisah. Aparat keamanan tak mampu berbuat lebih jauh. Mereka sibuk mengurus pengungsi. Sedikitnya, 33 ribu orang berlindung di tempat-tempat penampungan dan lebih dari 23.800 warga pendatang diungsikan keluar Kalimantan. Secara bergiliran mereka dievakuasi, melalui kapal-kapal milik Tentara Nasional Indonesia. Sempat terjadi adegan konyol di tengah pengevakuasian pengungsi ini, ketika anggota TNI terlibat baku tembak dengan anggota Brigade Mobil Polri. Ritual Memenggal Kepala Permusuhan antara Dayak dan Madura begitu mengerikan. Sebab, muncul nilai-nilai yang berhubungan dengan ritual warga Dayak, yakni memenggal kepala (mengayau). Menebas kepala lawan memang sudah menjadi ritual yang harus dijalankan pemuda Dayak sebelum memasuki akil-balik. Bahkan, bila mereka juga memakan hati musuh, itulah kepercayaan bahwa hanya dengan cara demikian roh korban tak akan mengganggu seumur hidup. Dayak memang menggenggam tradisi unik. Sebelum membunuh lawan, mereka melakukan sejenis upacara sebagai persiapan perang. Konon, setelah menemukan sasaran yang diincar, orang Dayak tak melihat musuh sebagai manusia utuh. Tapi, seolah-olah, mereka tengah berhadapan dengan manusia berkepala sapi. Maka, ketika mandau digunakan untuk mengayau, orang Dayak merasa sedang memenggal kepala hewan ternak. Dahsyatnya, sekali tebas, kepala korban langsung lepas dari badan. Kabarnya, kepala-kepala itu akan ditunjukkan kepada pimpinan mereka begitu tiwah --bagian dari rangkaian upacara penguburan masyarakat Dayak Ngaju-- digelar. Mereka meyakini, semua arwah akan masuk sorga bila telah dilakukan tiwah. Inilah puncak ritual untuk mengantar arwah si mati masuk ke dalam alam kekal yang serba indah, yang tak mengalami kekurangan apapun (lewu tatau hapasir intan habusung bulau). Itu sebabnya, agak sulit mengatakan bahwa memenggal kepala bagi orang Dayak adalah kesadisan atau kekejaman yang sudah menjadi watak. Ini adat yang terpendam lama dan sewaktu-waktu bisa muncul. Jangan heran kebiasaan tersebut terjadi di Tragedi Sampit, pertikaian kesepuluh yang pecah di Kalimantan sejak 1950. Banyak kalangan heran, begitu mudah orang Madura dan warga asli di Kalimantan terlibat konflik. Dalam disertasinya bertajuk Migrasi Swakarsa Orang Madura ke Kalimantan Barat, almarhum Profesor Hendro Suroyo Sudagung mengungkapkan, pertikaian yang sering terjadi antara Madura dan Dayak dipicu rasa etnosentrisme yang kuat di kedua belah pihak. Semangat persukuan inilah yang mendasari solidaritas antar-anggota suku di Kalimantan. Situasi seperti itu diperparah kebiasaan dan nilai-nilai yang berbeda, bahkan mungkin berbenturan. Misalnya, adat orang Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun pergi, membuat orang Dayak melihat sang "tamu"-nya selalu siap berkelahi. Sebab, bagi orang Dayak, membawa senjata tajam hanya dilakukan ketika mereka hendak berperang atau berburu. Tatkala di antara mereka terlibat keributan --dari soal salah menyabit rumput sampai kasus tanah-- amat mungkin persoalan yang semula kecil meledak tak karuan, melahirkan manusia-manusia tak bernyawa tanpa kepala.(RSB/Rossiana Silalahi)

Perang Dunia I


Di Eropa abad ke-19, penjajahan tersebar luas. Kekuatan bangsa Eropa seperti Inggris dan Prancis telah membangun kekuasaan penjajahan di keempat penjuru dunia. Jerman, yang telah membangun kesatuan politiknya lebih lama daripada negara-negara lain, bekerja keras untuk menjadi pelopor dalam perlombaan ini.

Pada awal abad ke-20, hubungan yang didasarkan pada kepentingan telah membagi Eropa menjadi dua kutub yang berlawanan. Inggris, Prancis, dan Rusia berada di satu pihak, dan Jerman beserta Kekaisaran Austria-Hungaria yang diperintah oleh keluarga Hapsburg asal Jerman berada di pihak lainnya.


Franz Ferdinand, istri dan anaknya

Ketegangan antara kedua kelompok ini semakin hari semakin meningkat, hingga akhirnya suatu pembunuhan pada tahun 1914 menjadi pemicu perang. Pangeran Franz Ferdinand, pewaris tahta Kekaisaran Austria-Hungaria, dibunuh oleh kaum nasionalis Serbia yang berusaha menekan pengaruh kekaisaran tersebut di daerah Balkan.

Dalam kurun waktu yang amat singkat, hasutan setelah peristiwa ini menyeret seluruh benua Eropa ke dalam kancah peperangan. Pertama, Austria-Hungaria menyatakan perang kepada Serbia. Rusia, sekutu abadi bangsa Serbia kemudian menyatakan perang terhadap Austria-Hungaria.

Lalu satu demi satu, Jerman, Inggris, dan Prancis, memasuki peperangan. Sumbu sudah dinyalakan.

Bahkan sebelum perang dimulai, Dewan Jenderal Jerman telah membuat rencana dan memutuskan untuk menguasai Prancis melalui serangan mendadak. Untuk mencapai tujuan ini, orang-orang Jerman memasuki Belgia dan kemudian melintasi perbatasan memasuki Prancis. Menanggapi dengan cepat, pasukan Prancis menghentikan pasukan Jerman di tepi Sungai Marne dan memulai suatu serangan balik.

Walaupun kedua pasukan menderita kerugian parah, tidak ada kemajuan di garis depan pertempuran. Baik serdadu Prancis maupun Jerman bersembunyi di parit untuk melindungi diri. Akibat serangkaian serangan yang berlarut-larut hingga beberapa bulan, sekitar 400.000 serdadu Prancis terbunuh. Korban meninggal dari serdadu Jerman mencapai 350.000.

Perang parit menjadi strategi utama Perang Dunia Pertama. Selama beberapa tahun berikutnya, bisa dikatakan para serdadu hidup dalam parit-parit ini. Kehidupan di sana benar-benar sulit. Para prajurit hidup dalam ancaman terus-menerus dibom, dan mereka tak henti-hentinya menghadapi ketakutan dan ketegangan yang luar biasa. Mayat mereka yang telah tewas terpaksa dibiarkan di tempat-tempat ini, dan para serdadu harus tidur di samping mayat-mayat tersebut. Bila turun hujan, parit-parit itu dibanjiri lumpur.

Lebih dari 20 juta serdadu yang bertempur di Perang Dunia I mengalami keadaan yang mengerikan di dalam parit-parit ini, dan sebagian besar meninggal di sana.

Dalam beberapa minggu setelah dimulai oleh serangan Jerman pada tahun 1914, garis barat perang ini sebenarnya terpaku di jalan buntu.

Para serdadu yang bersembunyi di parit-parit ini terjebak dalam jarak yang hanya beberapa ratus meter jauhnya satu sama lain. Setiap serangan yang dilancarkan sebagai upaya mengakhiri kebuntuan ini malah menelan korban jiwa yang lebih banyak.

Di awal tahun 1916, Jerman mengembangkan rencana baru untuk mendobrak garis barat. Rencana mereka adalah secara mendadak menyerang kota Verdun, yang dianggap sebagai kebanggaan orang Prancis. Tujuan penyerangan ini bukanlah memenangkan perang, melainkan menimbulkan kerugian yang besar di pihak Tentara Prancis sehingga melemahkan perlawanan mereka. Kepala staf Jerman Falkenhayn memperkirakan bahwa setiap satu serdadu Jerman saja dapat membunuh tiga orang serdadu Prancis.

Serangan dimulai pada tanggal 21 Febuari. Para pemimpin Jerman memerintahkan serdadunya untuk "keluar dari parit mereka," namun tiap serdadu yang melakukannya justru telah tewas atau sekarat dalam sekitar tiga menit. Meskipun penyerangan berlangsung tanpa henti selama berbulan-bulan, Jerman gagal menduduki Verdun.

Secara keseluruhan, kedua pihak kehilangan sekitar satu juta serdadu. Dan dengan pengorbanan itu, garis depan hanya berhasil maju sekitar 12 kilometer. Satu juta orang mati demi selusin kilometer.

Inggris membalas serangan Jerman di Verdun dengan Pertempuran Somme. Pabrik-pabrik di Inggris membuat ratusan ribu selongsong meriam.

Rencana Jendral Douglas Haig mendorong Pasukan Inggris untuk menghujani dengan pengeboman terus-menerus selama seminggu penuh, yang diikuti dengan serangan infanteri. Dia yakin mereka akan maju sejauh 14 kilometer di hari pertama saja dan kemudian menghancurkan semua garis pertahanan Jerman dalam satu minggu.

Serangan dimulai pada tanggal 1 Juni. Pasukan meriam Inggris menggempur pertahanan Jerman selama seminggu tanpa henti. Di akhir minggu tersebut, para perwira Inggris memerintahkan serdadunya memanjat keluar dari parit. Namun, selama pengeboman tersebut para serdadu Jerman berlindung dengan rapat di kedalaman parit persembunyian mereka sehingga tidak terlumpuhkan dan menggagalkan rencana Inggris. Begitu serdadu Inggris bergerak melintasi garis depan, serdadu Jerman muncul menyerang mereka dengan senapan mesinnya. Sejumlah total 20.000 serdadu Inggris tewas dalam beberapa jam pertama perang tersebut. Di dalam kegelapan malam itu, daerah di antara dua garis pertempuran penuh dengan puluhan ribu mayat dan juga serdadu yang terluka, yang mencoba merangkak mundur.

Pertempuran Somme tidak berlangsung dua minggu seperti yang direncanakan Jendral Haig, melainkan lima bulan. Bulan-bulan ini tidak lebih daripada pembantaian. Para jendral bertubi-tubi mengirimkan gelombang demi gelombang serdadu mereka menuju kematian yang telah pasti. Di akhir pertempuran, kedua belah pihak secara keseluruhan telah kehilangan 900.000 prajuritnya. Dan untuk ini, garis depan bergeser hanya 11 kilometer. Para serdadu ini dikorbankan demi 11 kilometer saja.

Kedua belah pihak melakukan lebih banyak serangan lagi selama Perang Dunia I, dan setiap serangan ini menjadi pembantaian diri sendiri. Di kota Ipres di Belgia saja, berlangsung tiga pertempuran. Setengah juta serdadu tewas di pertempuran ketiga saja.

Setiap serangan berakibat sama: Ribuan nyawa melayang hanya untuk maju beberapa kilometer.

Peperangan yang mengerikan ini, yang tidak punya alasan kuat, menelan nyawa orang tak bersalah yang tak terhitung banyaknya. Banyak orang kehilangan saudaranya atau harus meninggalkan rumahnya.

Penyebab utama di balik malapetaka masyarakat ini adalah ambisi politik dan kepentingan kalangan dengan paham tertentu. Membuat kerusakan, yang disebabkan oleh cita-cita duniawi orang yang mengingkari Allah, dilarang di dalam Al Quran. Allah melarang manusia menyebabkan kerusakan di muka bumi:

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A’raf: 56)

Rabu, 14 Januari 2009

Satria Muda Jawara IBL 2008



Liputan6.com, Bandung: Tim basket Satria Muda Jakarta akhirnya berhasil meraih gelar juara IBL setelah di final game keempat menghentikan perlawanan tim tuan rumah Garuda Bandung 73-63, Ahad (25/5). Pertandingan babak antara kedua tim berlangsung ketat. Garuda sukses meraih angka lewat aksi menawan point guard-nya, Kelly Purwanto. Namun, Satria Muda langsung membalas melalui sebuah tembakan tiga angka dari Youbel Sondakh.

Selanjutnya giliran Ronny Gunawan yang menyumbangkan angka bagi Satria Muda lewat sebuah tembakan tiga angka. Garuda tak tinggal diam. Kelly Purwanto dengan dribel mengecohnya lagi-lagi menembus pertahanan Satria Muda. Babak pertama usai, Satria Muda hanya ungul 1 point 37-36.

Di babak kedua, Garuda mulai tertinggal. Sebaliknya, Satria Muda mulai menemukan ritme permainannya, sebuah steal dari Faisal Ahmad berhasil diselesaikan dengan baik melalui sebuah lay up.

Dunk dari Amin Prihantono semakin membuat perolehan angka Satria Muda mengungguli Garuda. Usaha Garuda Bandung mengejar ketinggalan gagal karena buruknya akurasi tembakan anak-anak asuhan pelatih Rastafari Horongbala ini.

Satria Muda akhirnya menutup pertandingan dengan kemenangan 73-63. Satria Muda unggul 3-1 atas Garuda Bandung Muda mulai menemukan ritme permainannya, sebuah steal dari Faisal Ahmad berhasil diselesaikan dengan baik melalui sebuah lay up.

Dunk dari Amin Prihantono semakin membuat perolehan angka Satria Muda mengungguli Garuda. Usaha Garuda Bandung mengejar ketinggalan gagal karena buruknya akurasi tembakan anak-anak asuhan pelatih Rastafari Horongbala ini.

dan berhak atas gelar juara IBL tahun ini.(ADO/Erlangga Wisnuaji)